Cari Blog Ini

Jumat, 10 Januari 2014

PENGGUNAAN KAPSUL VITAMIN A DOSIS TINGGI SECARA AMAN

Suplementasi Vitamin A (klik Disini) dosis tinggi (200.000 SI atau lebih rendah) yang dilakukan secara berkala kepada anak, dimaksudkan untuk menghimpun cadangan Vitamin A delam hati, agar tidak terjadi kekurangan vitamin A dan akibat buruk yang ditimbulkannya, seperti xeroptalmia, kebutaan dan kematian. Cadangan vitamin A dalam hati ini dapat digunakan sewaktu-waktu bila diperlukan.
Pemberian kapsul vitamin A 200.000 SI kepada anak usia 1-5 tahun dapat emberi perlindungan selama 6 bulan, tergantung berapa banyak vitamin A dari makanan sehari-hari dikonsumsi oleh anak dan penggunaannya dalam tubuh.
TANYA JAWAB TENTANG HIPERVITAMINOSIS VITAMIN A
1.a. Apakah kapsul vitamin A 200.000 SI berbahaya bila diberikan kepada anak umur 1 tahun yang telah cukup mengkonsumsi makanan-makanan sumber vitamin A ?
Tidak. Pada anak-anak, dosis tunggal vitamin A 200.000 SI masih dibawah maksimum daya simpan hati. Kira-kira 50 % dari dosis yang akan disimpan dalam tubuh anak.
1.b Apakah pemberian itu justru akan menolong?
Ya, untuk mencegah kekurangan vitamin A dan akibat-akibatnya termasuk xeroftalmia dan meningkatnya kemaian, sekiranya masukan suplai vitamin A melalui makanan menurun oleh karena berkurangnya nafsu makan, karena sakit. Setelah beberapa waktu menderita kekurangan vitamin A dan/atau menderita penyakit infeksi (klik disini), cadangan vitamin A yang ada dalam hati cepat sekali terkuras
2.a. Jika seorang anak umur 1 tahun telapak tangannya kekuning-kuningan apakah ini tanda kebanyakan karoten (klik Disini) ?
Hal itu merupakan suatu kemungkinan, tetapi sangat jarang terjadi, bahwa pada umur tersebut seorang anak dapat/akan mengkonsumsi karoten dalam jumlah yang dapat menyebabkan perubahan warna kulit.
2c. Apakah kapsul vitamin A dosis 200.000 SI membahayakan?
Tidak. Suplemen kapsul vitamin A dosis tunggal 200.000 SI tidak akan membahayakan, meskipun konsumsi karoten anak tersebut telah tinggi. Hypervitaminosis tidak disebabkan karena kebanyakan konsumsi karotenoid, terutama sekali karena rendahnya tingkat konversi karotenoid menjadi vitamin A.
Catatan :
Ada berbagai bentuk vitamin A. Bentuk jadi vitamin A (retinol) terdapat pada mamalia dan ikan. Karotenoid adalah bentuk provitamin A (Klik Disini) yang terdapat dalam sayur-sayuran daun berwarna hijau tua dan beberapa buah-buahab berwarna, yang didalam didinding usus diubah menjadi vitamin A aktif. Karotenoid tidak toksis tetapi dapat mewarnai jaringan lemak dan menyebabkan kulit berwarna kekuning-kuningan apabila dikonsumsi dalam dosis yang sangat besar dan dalam jangka waktu yang lama.
3. Apakah kapsul vitamin A 200.000 SI berbahaya bagi anak umur 1 tahun yang menderita penyakit kuning (Klik Disini) (jaundice)?
Tidak. Kapsul vitamin A 200.000 SI tidak membahayakan anak umur 1 tahun yang menderita penyakit kuning. Penyakit kuning disebabkan karena kerusakan sel-sel darah merah (klik Disini) dalam jumlah yang berlebihan, peradangan hati dan/atau penyumbatan dalam hati. Pada semua tipe penyakit kuning, pengobatan harus ditujukan kepada penyebabnya, bukan pada gejalanya. Suplementasi vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin A, dianjurkan.
4. Apa yang akan terjadi bila bayi umur 6 bulan mendapat vitamin A 200.000 SI ?
Bayi umur dibawah 6 yang mendapat dosis tunggal lebih dari 100.000 SI mungkin akan mengalami penonjolan ubun-ubun (bagian lunak pada kepala bayi). Tetapi keadaan ini hanya terjadi pada sebagian kecil bayi (<1%). Penonjolan ini akan membantu menghilangkan tekanan intrakranial yang hanya sedikit meningkat. Tanda-tanda ini hanya sementara dan hilang dalam waktu 2 hari. Jika anak mengkonsumsi vitamin A dosis lebih dari 200.000 SI, maka anak akan merasa agak mual, muntah atau sakit kepala. Hasil ini terjadi pada 5-20 % anak-anak yang mendapat 300.000 SI – 400.000 SI sekali minum. Dosis yang lebih besar dalam jangka waktu yang lebih sering dapat menimbulkan efek samping dan harus dihindari
5. Pemberian vitamin A dosis 50.000 IU kepada bayi umur 6 minggu katanya dapat menyebabkan kerusakan yang tidak dapat disembuhkan. Apakah betul ?
Pedoman WHO (“Field guide to the detection and control of Xerophthalmia, WHO, 1982”) menganjurkan agar anak-anak diberi vitamin A 50.000 IU pada saat lahir (atau 25.000 IU pada kunjungan EPI (kontak imunisasi), yaitu 4 kali dalam umur 6 bulan pertama) untuk mencegah kekurangan vitamin A dan meningkatkan cadangan vitamin A dalam hati.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian vitamin A 50.000 IU dosis tunggal kepada anak -anak di bawah umur 1 bulan tidak menunjukkan, bahwa efek samping. Khususnya, data yang diperoleh dari ribuan anak-anak di Nepal menunjukkan bahwa neonatus (Klik Disini) (umur < 1 bulan) tahan terhadap dosis tunggal 50.000 IU tanpa tanda-tanda terjadi efek kelebihan. Hanya sedikit sekali dari bayi-bayi usia 1-5 bulan yang mendapat dua kali jumlah ini (100.000 IU sebagai dosis tunggal) yang menunjukkan sedikit penonjolan ubun-ubun (+0.5 %) dan muntah-muntah (+2.0 %). Efek samping terjadi hanya untuk sementara.
6. Apakah bayi dapat mengalami kelebihan vitamin dari ASI (Klik Disini), sekiranya ibunya mengkonsumsi terlalu banyak vitamin A ?
Tidak. Telah dibuktikan bahwa ibu menyusui serta bayinya akan memperoleh keuntungan jika ibu mendapat vitamin A oral 200.000 IU dosis tunggal segera setelah melahirkan (dalam waktu 1 bulan/masa nifas) Ini akan menjamin jumlah vitamin A yang cukup dalam ASI untuk membantu memenuhi kebutuhan anak. Jumlah vitamin A dalam ASI tidak akan mencapai kadar yang membahayakan bagi bayi, betapa banyakpun bayi itu disusui. Karena itu kapsul vitamin A Klik Disini) dosis tinggi (200.000) IU harus diberikan kepada ibu nifas.
Catatan
Meskipun konsumsi dan kadar serum vitamin A dari ibu cukup, konsentrasi vitamin A (retinol dan karoten) dalam ASI akan menurun setelah beberapa lama menyusui dan penurunan terbesar terjadi pada awal masa laktasi.
7. Jika ibu hamil mengkonsumsi terlalu banyak vitamin A, apakah ada resiko terhadap janinnya?
Ada kemungkinan terjadi resiko pada janin, bila si ibu mengkonsumsi vitamin A dalam jumlah yang berlebihan, terutama pada trimester pertama. Hasil percobaan binatang menunjukkan terjadi cacat bawaan, baik akibat hipovitaminosis (klik Disini) maupun hipervitaminosis A Klik Disini) selama kehamilan; tetapi pada manusia hasil tersebut secara statistik tidak bermakna.
Meskipun demikian, mengingat adanya data tentang akibat tersebut diatas, baik pada manusia maupun hewan, bagi wanita-wanita usia subur yang mungkin sedang hamil (misalnya bila telah lebih 6 bulan setelah kelahiran bayi terakhir), sebaiknya hanya mengkonsumsi vitamin A dengan kadar yang secukupnya saja.
8. Apakah vitamin A aman diberikan kepada wanita hamil?
Vitamin A dosis tinggi tidak dianjurkan untuk diberikan kepada wanita hamil. Untuk menjaga kesehatan dapat diberikan dosis kecil, yaitu yang tidak melebihi 10.000 IU per hari.
9. Bagaimana dengan wanita hamil yang menderita bercak Bitot atau gejala lain dari xeroftalmia?
Jika wanita hamil menderita rabun senja atau bercak Bitot, ia harus mendapat vitamin A oral 10.000 IU tiap hari paling sedikit selama 2 minggu.
Bila terjadi xeroftalmia dengan lesi kornea yang aktif pada wanita usia subur atau pada wanita yang mungkin sedang hamil, harus dipertimbangkan antara resiko yang mungkin terjadi pada bayi akibat vitamin A dosis tinggi, dan akibat serius kekurangan vitamin A pada ibu bila ibu tidak mendapat vitamin A dosis tinggi. Menurut WHO, UNICEF dan IVACG Klik Disini), adalah beralasan bahwa dalam keadaan seperti ini ibu segera diberi vitamin A 200.000 IU
10. Sebagai seorang dokter dan pengelola program vitamin A, apa yang harus diketahui tentang frekuensi suplementasi vitamin A/distribusi?
Setiap anak yang membutuhkan vitamin A harus mendapat vitamin A. Ini termasuk juga anak-anak dalam masa pertumbuhan yang seharusnya mendapat vitamin A setiap 6 bulan sekali. Perlu ditambahkan, ini juga termasuk anak-anak yang beresiko tinggi, misalnya terhadap diare yang kronis, campak dan lain-lain. Sebagai contoh, seorang anak yang menderita campak dan telah mendapatkan vitamin A dosis 200.000 IU bulan yang lalu harus mendapatkan tambahan 1 kapsul vitamin A 200.000 IU dan bila perlu diberikan 1 kapsul lagi hari berikutnya. Hal ini akan meningkatkan proses penyembuhan anak dan mencegah kekurangan vitamin A serta komplikasinya.
11. Kapan “hipervitaminosis” atau kelebihan vitamin A dapat terjadi ?
Hipervitaminosis akut
Jika anak umur 1-5 tahun menkonsumsi lebih dari 300.000 IU dosis tunggal, maka mungkin akan menderita mual, sakit kepala dan anoreksia
Hipervitaminosis kronis
Bayi dan anak usia muda dapat menderita hipervitaminosis kronis, jika mereka megkonsumsi lebih dari 25.000 IU tiap hari selama lebih dari 3 bulan baik yang berasal dari makanan maupun dari pemberian suplemen vitamin (klik Disini) .
12. Bagaimana tanda-tanda atau gejala-gejala hipervitaminosis vitamin A?
Hipervitaminosis vitamin A
Suatu kondisi dimana kadar vitamin A dalam darah atau jaringan tubuh begitu tinggi sehingga menyebabkan timbulnya gejala-gejala yang tidak diinginkan
Hipervitaminosis akut
Disebabkan karena pemberian dosis tunggal vitamin A yang sangat besar, atau pemberian berulang dosis tunggal yang lebih kecil tetapi masih termasuk dosis besar karena dikonsumsi dalam periode 1-2 hari.
Hipervitaminosis A akut
Pada bayi dan anak-anak biasanya terjadi dalam waktu 24 jam. Pada beberapa anak, mengkonsumsi dosis 300.000 IU atau lebih dapat menyebabkan mual, muntah dan sakit kepala. Penonjolan ubun-ubun dapat terjadi pada bayi umur kurang dari 1 tahun yang mengkonsumsi dosis yang sangat besar. tetapi ini ringan dan akan hilang seketika dalam waktu 1-2 hari. Pengobatannya adalah menghentikan suplementasi vitamin A dan pengobatan simptomatis.
Hipervitaminosis kronis Klik Disini)
Disebabkan karena mengkonsumsi dosis tinggi yang berulang-ulang dalam waktu beberapa bulan atau beberapa tahun. Keadaan ini biasanya hanya terjadi pada orang dewasa yang mengatur pengobatannya sendiri.
Hipervitaminosis A kronis
Pada anak-anak usia muda dan bayi biasanya menyebabkan anoreksia (tidak nafsu makan), kulit kering, gatal dan kemerahan, peningkatan tekanan intra-kranial,bibir pecah-pecah, tungkai dan lengan lemah dan membengkak. Pengobatannya adalah menghentikan suplementasi vitamin A dan pengobatan simptomatis. Disamping itu hendaknya terhadap kemungkinan penyakit lain yang dapat merupakan penyebabnya.
13. Jika seseorang mengkonsumsi vitamin A dosis tinggi yang melebihi 200.000 IU, apa yang terjadi pada vitamin A yang berlebih tersebut dalam tubuh?
Sebagian besar dari vitamin A yang berlebih tersebut dalam bentuk yang tidak berubah akan dikeluarkan melalui air seni dan tinja, selebihnya disimpan dalam hati.
Dalam kasus-kasus khusus (jarang terjadi), pemberian vitamin A jangka panjang akan menyebabkan simpanan dalam hati menjadi jenuh, kadar vitamin A dalam hati dan darah akan tetap tinggi sampai tubuh menggunakan kelebihan vitamin A tersebut.
14. Apakah akan terjadi kerusakan hati yang permanen akibat vitamin A dosis tinggi?
Dengan dosis yang sangat tinggi lebih dari berbulan-bulan atau bertahun-tahun, hati dapat membesar dan berlemak. Namun demikian, hati akan kembali normal, begitu suplementasi vitamin A yang berlebihan tersebut dihentikan.
15. Berapa banyak kapsul vitamin A 200.000 IU yang ditelan sekaligus, yang dianggap toksis untuk anak umur 1 tahun yang “intake” vitamin A-nya cukup; dan untuk yang kekurangan vitamin A (Klik Disini)?
Anak umur 1 tahun tidak diberi dalam bentuk kapsul, kapsul harus dipotong dan dipencet hingga semua isinya masuk dalam mulut anak. Dengan demikian untuk menelan beberapa kapsul sekaligus tampaknya tidak akan terjadi. Pemberian isi dua kapsul sekaligus dapat menyebabkan efek samping. Efek samping ini tidak serius dan hanya bersifat sementara, baik pada anak yang kekurangan vitamin A maupun yang tidak. Namun demikan harus diusahakan agar tidak sampai memberikan 2 kapsul sekaligus.
16. Bagaimana jika umur 1 tahun menerima 2 kapsul vitamin A 200.000 IU dalam satu bulan atau dalam 24 jam?
Anak tidak akan menderita efek samping jika mendapat 2 kapsul dalam satu bulan (lihat no. 15 diatas). Anak-anak dengan xeroftalmia perlu 1 kapsul pada hari pertama dan 1 kapsul lagi pada hari kedua, dan 4 minggu kemudian 1 kapsul lagi. Anak-anak dengan campak perlu segera diberikan 1 kapsul 200.000 IU.
Jika anak mendapat 2 dosis dari 200.000 IU dalam 24 jam, anak mungkin menderita pusing, mual dan muntah. Tetapi ini akan hilang dalam 1 sampai 2 hari.
17. Bagaimana bila anak umur satu tahun menelan 10 kapsul sekaligus ?
Vitamin A 2.000.000 IU merupakan penyebab hipervitaminosis akut dan akan menyebabkan sakit kepala, pusing, mual, muntah dan anoreksia (tidak nafsu makan) yang berat. Hal ini tampaknya dalam prakteknya (pelaksanaannya) tidak akan terjadi. Ingat, kebanyakan anak umur ini tidak mengkonsumsi dalam bentuk kapsul; dan keluarga juga tidak menyimpan/mempunyai persediaan kapsul dalam jumlah besar yang mungkin dapat diambil anak
18. Berapa lama tanda-tanda atau gejala-gejala ini akan hilang setelah konsumsi vitamin A diberhentikan ?
Akut: Gejala-gejala biasanya sementara dan akan hilang dalam waktu 2 hari
Kronis: Masalah yang tampak sebagian besar akan hilang dalam waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan
19. Saya seorang perawat, kalau saya menemui kasus dengan gejala kemungkinan (dugaan) hipervitaminosis vitamin A, bagaimana saya mengatasinya ?
Kemungkinan beasr anda tidak akan melihat kasus kelebihan dosis vitamin A. Akan tetapi kalau anda menemui kasus ini, hentikan saja pemberian vitamin A. Gejala-gejala hipervitaminosis vitamin A akan hilang dengan sendirinya dalam waktu 1-4 hari. Jika fasilitas memungkinkan, sebaiknya dirujuk ke Puskesmas dan dilaporkan.
20. Apakah ada resiko keracunan akibat vitamin A yang telah kadaluarsa dan apakah ada resiko pada anak jika mengkonsumsi vitamin A yang telah kadaluarsa ?
Tanda kadaluarsa produk khusus dari vitamin A yang tercantum pada kemasan menentukan akhir masa simpan dari produk tersebut (“shelf life”). Masa simpan suatu produk menyangkut periode yang telah ditentukan, dalam kondisi penyimpanan yang baik, 90 % dari potensi vitamin A yang ditetapkan masih dapat dijamin.
Idealnya kapsul vitamin A disimpan dalam suhu rendah, misalnya <15°C atau <59°F, dalam wadah yang efektif dapat mencegah terkena sinar matahari (berwarna gelap), oksigen, kelembaban, bahan-bahan oksidasi dan logam-logam.
Kapsul yang telah kadaluarsa tidak membahayakan. Akan tetapi, vitamin dalam kapsul tersebut mungkin telah berkurang dibawah nilai yang telah ditetapkan, yaitu 90%, tergantung cara penyimpanannya, sehingga tidak lagi efektif seperti yang diharapkan.
Kapsul vitamin A yang telah disimpan lebih dari 2,5 tahun pada suhu 23°C (73,4°F) dalam wadah berwarna gelap yang tertutup masih mengandung > 90% potensi semula. Pada suhu yang lebih tinggi potensi kapsul akan lebih banyak berkurang. Tak ada resiko bila mengkonsumsi kapsul yang telah lama. Akan tetapi dengan berlalunya waktu, kadar vitamin A akan makin berkurang, sehingga menjadi kurang efektif.
21. Bagaimana kita dapat menentukan kapan botol yang berisi kapsul yang telah kadaluarsa harus dibuang?
Jika dijumpai perubahan fisik pada kapsul vitamin A seperti berjamur, lembik atau saling melengket dan sulit dipisahkan satu sama lain, walaupun belum kadaluarsa sebaiknya tidak digunakan.
Jika anda mempunyai suplai kapsul vitamin A dalam botol dengan jumlah yang besar, yang sudah 1 atau 2 tahun lebih dari tanggal kadaluarsa, sebaiknya dilakukan pemeriksaan laboratorium tentang kadar retinolnya. Ini dibenarkan jika menyangkut jumlah kapsul yang besar karena biaya analisa untuk satu kapsul sama mahalnya dengan harga 3000 kapsul. Karena itu keputusan untuk melakukan analisa potensi hanya dapat dilakukan ditingkat kabupaten/propinsi/pusat.
Akan tetapi, jika tidak dilakukan pemeriksaan kadar vitamin A, maka kapsul yang dibagikan tersebut potensinya mungkin telah berkurang meskipun masih efektif untuk mencegah xeroftalmia (walaupun untuk jangka waktu yang lebih pendek)
22. Apakah pernah terjadi kematian yang secara ilmiah ternyata disebabkan karena terlalu banyak vitamin A?
Belum pernah dilaporkan terdapatnya kasus kematian akibat keracunan vitamin A pada manusia. Perlu diingat bahwa kekurangan vitamin A justru merupakan faktor besar dalam kematian anak, yang dapat dengan mudah diatasi dengan pemberian satu kapsul vitamin A dosis tinggi tiap 6 bulan sekali pada anak usia 1 - 5 tahun

ANEMIA

A.   Latar Belakang Masalah
Angka anemia pada kehamilan di Indonesia cukup tinggi sekitar 67% dari semua ibu hamil dengan variasi tergantung pada daerah masing-masing. Sekitar 10-15% tergolong anemia berat yang sudah tentu akan mempengaruhi tumbuh kembang janin dalam rahim (Manuaba, I.B.G, 2002 hal 90).
Anemia dalam kehamilan merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak dialami dan cukup tinggi yang berkisar antara 10-20% (Sarwono Prawiharjo, 2005 hal 450 ).
Menurut WHO kejadian anemia saat hamil berkisar antara 20% sampai 89% dengan menetapkan Hb 11 gr % sebagai dasarnya. Angka anemia kehamilan di Indonesia menunjukkan nilai yang cukup tinggi. (Manuaba.I.B.G, hal 29 ).
Menurut sistem kesehatan nasional (SKN ) tahun 2001 angka anemia pada ibu hamil sebesar 40%, kondisi ini mengatakan bahwa anemia cukup tinggi di Indonesia bila di perkirakan pada tahun 2003-2010 prevalensi anemia masih tetap di atas 40% maka angka kematian ibu sebanyak 18.000 pertahun yang disebabkan perdarahan setelah melahirkan. Hal ini terlihat dari tingginya angka kematian ibu (AKI) di Asia Tenggara pada tahun 2005 yaitu berkisar 290,8 per 100.000 kelahiran hidup. (anonim, 2010).
Dari hasil survey di Indonesia maka di ketahui angka kematian ibu (AKI) di Indonesia saat ini berkisar antara 300-400 kematian ibu per 100.000kelahiran hidup. Angka kematian ibu di Indonesia menunjukkan masih buruknya tingkat kesehatan ibu dan bayi baru lahir. (anonym,2010).
Berdasarkan dari data yang di peroleh di dinas propinsi Sulawesi tahun 2005, anemia pada ibu hamil didapatkan 45.410 dari 104.271 ibu hamil yang memeriksakan dirinya, yang terbagi atas ; anemia ringan sebanyak 42.043 orang (40,32%). Anemia berat dengan sebanyak 3.467 orang (3,32%) dan tidak mengalami anemia sebanyak 58.761 orang (56,35%). Sedangkan data anemia dari hasil pencatatan rekam medik tahun 2009 sekitar 1201 orang yang melakukan pemeriksaan ibu hamil di KIA RSU. Haji Makassar yang terbagi atas ; Anemia ringan 31 orang (56,6%), Anemia sedang 22 orang (36,6%),Anemia berat 36 orang (10%) dan yang tidak mengalami anemia 1170 orang (93,36%).
Faktor yang berpengaruh terhadap kejadian anemia ini adalah ; kurang gizi, selain itu anemia pada ibu hamil disebabkan karena kehamilan berulang dalam waktu singkat, cadangan zat besi ibu sebenarnya belum pulih, terkuras oleh keperluan janin yang di kandung berikutnya.      
Tingginya anemia yang menimpa ibu hamil memberikan dampak negative terhadap janin yang di kandung dari ibu dalam kehamilan, persalinan maupun nifas yang di antaranya akan lahir janin dengan berat badan lahir rendah (BBLR), partus premature, abortus, pendarahan post partum, partus lama dan syok.  Hal ini tersebut berkaitan dengan banyak factor antara lain ; status gizi, umur, pendidikan, dan pekerjaan ( Sarwono Prawirohardjo, 2005 hal. 450 ).
Karena masalah anemia pada anemia pada ibu hamilmerupakan masalah penting yang erat hubungannya dengan masalah mortalitas maternal, maka dianggap penting untuk dilakukannya suatu identifikasi mengenai gambaran karakteristik anemia pada ibu hamil yang dibatasi pada masalah paritas dan status gizi.
B.   Rumusan Masalah
1.    Bagaimana gambaran Anemia pada ibu hamil menurut umur ibu hamil di Rumah Sakit Umum  Haji Makassar pada tahun 2009.
2.    Bagaimana gambaran Anemia pada ibu hamil menurut Paritas di Rumah Sakit Umum Haji Makassar tahun 2009.
C.   Tujuan Penelitian
1.    Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran  Anemia pada ibu hamil di Rumah Sakit Umum Haji Makassar Tahun 2009.
2.    Tujuan Khusus
a.    Untuk memperoleh gambaran  anemia pada ibu hamil menurut umur.
b.    Untuk memperoleh gambaran anemia pada ibu hamil menurut paritas.
D.   Manfaat Penelitian
1.    Manfaat Praktis
          Sebagai salah satu sumber informasi bagi penentu kebijakan dan pelaksanaan program bagi Instansi Depertemen khususnya Rumah Sakit (RSU) Haji Makassar dalam menyusun program perencanaan berkaitan dengan upaya pencegahan anemia pada ibu hamil.
2.    Manfaat Penelitian
          Penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan bahan acuan bagi peneliti selanjutnya.
3.    Manfaat bagi Peneliti
          Hasil penelitian ini merupakan pengalaman ilmiah yang dapat meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan tentang anemia pada ibu hamil.
4.    Manfaat bagi Institusi
          Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimamfaatkan sebagai informasi berharga tentang anemia ibu hamil terutama dalam mengembangkan ilmu kebidanan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.   Tinjauan Tentang Anemia Pada Ibu Hamil
1.    Pengertian Anemia Menurut Para Ahli
a.    Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin di bawah 11 gr % pada trismester I dan II atau kadar hemoglobin kurang dari 10,5 gr % pada trimester II  ( Saifuddin. A. B. 2001 hal 281 ).
b.    Anemia dalam kehamilan adalah kondisi dimana kadar hemoglobin kurang dari 10 gr / 100 ml ( Wiknjaksatro, 2002. Hal 405 ).
c.    Anemia adalah Kondisi dimana berkurangnya sel darah merah(eritrosit) dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin sehingga tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen keseluruh jaringan.(Wasnidar, 2007.hal 20).
d.    Anemia adalah kekurangan kadar hemoglobin atau sel darah merah < 11 gr % atau suatu keadaan dengan junlah eritrosit yang beredar atau konsentrasi hemoglobin menurun (Maimunah 2005 ).
e.    Anemia adalah turunnya kadar hemoglobin < dari 12,0 g/100 ml darah pada wanita yang tidak hamil dan kurang dari 10,0 g/100 ml darah pada wanita hamil (varney Helen, 2002 hal 152)
2.    Patofisiologi
Selama kehamilan terjadi peningkatan volume darah (hypervolemia). Hypervolemia merupakan  hasil dari peningkatan volume plasma dan eritrosit (sel darah merah) yang berada dalam tubuh tetapi peningkatan ini tidak seimbang yaitu volume plasma peningkatannya jauh lebih besar sehingga member efek yaitu konsentrasi hemoglobin berkurang dari 12 g/100 ml. (Sarwono,2002 hal 450-451).
Pengenceran darah (hemodilusi) pada ibu hamil sering terjadi dengan peningkatan volume plasma 30%-40%, peningkatan sel darah 18%-30% dan hemoglobin 19%. Secara fisiologis hemodilusi untuk membantu meringankan kerja jantung.
Hemodulusi terjadi sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya pada kehamilan 32-36 minggu. Bila hemoglobin ibu sebelum hamil berkisar 11 gr% maka dengan terjadinya hemodilusi akan mengakibatkan anemia hamil fisiologis dan Hb ibu akan menjadi 9,5-10 gr%.
3.    Klasifikasi Anemia dalam kehamilan
      Berdasarkan klasifikasi dari WHO kadar hemoglobin pada ibu hamil dapat di bagi menjadi 4 kategori yaitu : (Manuaba I.B.G,1998.HAL 30)
Hb > 11 gr%Tidak anemia (normal)
Hb 9-10 gr% Anemia ringan
Hb 7-8 gr% Anemia sedang
Hb <7 gr% Anemia berat
4.    Macam-macam anemia (Sarwono,2006.hal 451)
a.    Anemia Defisiensi Besi
Anemia yang paling sering di jumpai yang di sebabkan karena kekurangan unsur zat besi dalam makanan, karena gangguan absorpsi, kehilangan zat besi yang keluar dari badan yang menyebabkan perdarahan.
b.    Anemia megaloblastik
Anemia karena defisiensi asam folik, jarang sekali karena defisiensi vitamin B Hal ini erat hubungannya dengan defisiensi makanan.
c.    Anemia Hipoplastik
Disebabkan oleh karena sum-sum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah baru. Etiologi anemia hipoplastik karena kehamilan hingga kini diketahui dengan pasti, kecuali yang disebabkan oleh sepsis, sinar roentgen, racun dan obat-obatan.
d.    Anemia hemolotik
Disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik sukar menjadi hamil, apabila ia hamil maka anemianya biasa menjadi lebih berat. Sebaliknya mungkin pula pada kehamilan menyebabkan krisis hemolitik pada wanita yang sebelumnya tidak menderita anemia.menyebabkan krisis hemolitik pada wanita yang sebelumnya tidak menderita anemia.
5.    Tanda dan Gejala Anemia ( Varney Helen, 2002, Hal. 152 )
Berkurangnya konsentrasi hemoglobin selama masa kehamilan mengakibatkan suplay oksigen keseluruh jaringan tubuh berkurang sehingga menimbulkan tanda dan gejala anemia secara umum, sebagai berikut :Lemah, mengantuk, pusing, lelah, malaise, sakit kepala, nafsu makan turun, mual dan muntah, konsentrasi hilang dan nafas pendek   ( pada anemia yng parah ).
Pada pemerikasaan tanda-tanda dan gejala anemia dapat meliputi : kulit pucat, mukosa, gusi, dan kuku-kuku jari pucat, takikardi/murmut lambat ( pada anemia yang parah ), rambut dan kuku rapuh ( pada anemia yang parah ) dan juga lidah licin ( pada anemia yang parah ).

6.    Pengaruh Anemia pada Kehamilan, Persalinan, Nifas, dan Janin ( Manuaba, 1998. Hal. 31-32 ).
a.    Bahaya Anemia dalam Kehamilan
1.    Resiko terjadi abortus
2.    Persalinan permaturus
3.    Hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim
4.    Mudah menjadi infeksi
5.    Ancaman dekompensasi kordis (Hb <6 gr %)
6.    Mengancam jiwa dan kehidupan ibu
7.    Mola hidatidosa
8.    Hiperemesis gravidarum
9.    Perdarahan anterpartum
10. Ketuban pecah dini(KPD)
b.    Bahaya Anemia dalam Persalinan
1.      Gangguan kekuatan his
2.      Kala pertama dapat berlangsung lama, dan terjadi partus terlantar
3.      Kala dua berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan.
4.      Kala tiga dapat di ikuti retensio placenta dan perdarahan post partum karena atonia uteri.
5.      Kala empat dapat terjadi perdarahan post partum sekunder dan atonia uteri.
c.    Bahaya anemia dalam masa nifas
1.   Perdarahan post partum karena atonia uteri dan involusio uteri memudahkan infeksi puerperium
2.   Pengeluaran ASI berkurang
3.   Terjadi dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan
4.   Mudah terjadi infeksi mammae
d.      Bahaya anemia terhadap janin
Sekalipun tampaknya janin mampu menyerap berbagai keutuhan dari ibunya, tetapi dengan anemia akan mengurangi kemampuan metabolism tubuh sehingga menggangu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Akibat anemia dapat terjadi gangguan dan bentuk :
1.   Abortus
2.   Terjadi kematian intra uteri
3.   Persalinan prematuritas tinggi
4.   Berat badan lahir rendah (BBLR)
5.   Kelahiran dengan anemia
6.   Dapat terjadi cacat bawaan
7.   Bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal
8.   Intelengensi rendah, oleh karena kekurangan oksigen dan nutrisi yang menghambat pertumbuhan janin
6.      Diagnosa anemia   
Diagnosa anemia dalam kehamilan dapat di tegakkan dengan :
a.  Anamnese
Pada anemnese akan didapatkan keluhan lelah, sering pusing, mata berkunang -kunang dan keluhan mual, muntah lebih berat pada hamil muda. ( Manuaba, I.B.G, 1998,hal.30). Bila terdapat keluhan lemah, Nampak pucat, mudah pingsan,sementara masih dalam batas normal, maka perlu dicurigai anemia defesiensi zat besi ( Saifuddin A.B, 2002 hal.282 ).
b.  Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah Hb dan darah tepi akan memberikan kesan pertama. Pemeriksaan Hb dengan Spektofotometri merupakan standar, kesulitan adalah alat ini hanya tersedia di kota. Di Indonesia penyakit kronik seperti : malaria dan tuberculosis (TBC) masih relatife sering dijumpai sehingga pemeriksaan khusus darah tepi dan sputum perlu dilakukan. Dengan   pemeriksaan khusus untuk membedakan dengan defisiensi asam folat dan thalassemia. Pemeriksaan Mean Corpuscular Volume (MCV) penting untuk menyingkirkan thalassemia. Bila terdapat batas MCV < 80 uL dan kadar ROW (red cell distribution width) > 14% mencurigai akan penyakit ini kadar Hemoglobin Fetal (HbF) >2% dan HbA2 yang abnormal akan menentukan jenis thalassemia.
7.      Pencegahan dan penanganan Anemia
a.  Pencegahan Anemia
Untuk menghindari terjadinya anemia sebaiknya ibu hamil melakukan pemeriksaan sebelum hamil sehingga dapat di ketahui data dasar kesehatan ibu tersebut, dalam pemeriksaan kesehatan di sertai pemeriksaan laboratorium termasuk pemeriksaan tinja sehingga di ketahui adanya infeksiparasit. (Manuaba, I. B. G. 1998, hal.30)
b.  Penanganan pada Anemia sebagai berikut :
1.      Anemia Ringan
Pada kehamilan dengan kadar Hb 9-10 gr% masih di anggap ringan sehingga hanya perlu di perlukan kombinasi 60 mg/hari zat besi dan 500 mg asam folat peroral sekali sehari. ( Arisman, 2004 Hal. 150 – 151 ).
2.      Anemia Sedang
Pengobatan dapat di mulai dengan preparat besi feros 600-1000 mg/hari seperti sulfat ferosus atau glukonas ferosus.
( Wiknjosastro, 2005 Hal. 452 ).
3.      Anemia Berat
Pemberian preparat besi 60 mg dan asam folat 400 mg, 6 bulan selama hamil, dilanjutkan sampai 3 bulan setelah melahirkan. ( Arisman, 2004 hal 153 ).

B.   Tinjauan Tentang Faktor yang Berhubungan dengan Anemia
1.    Umur
    Umur ibu adalah lama waktu hidup atau sejak dilahirkan sampai ibu tersebut hamil. Ada banyak hal yang menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi pada masa kehamilan diantaranya adalah umur ibu pada saat hamil. Jika umur ibu terlalu muda yaitu usia kurang dari 20 tahun, secara fisik dan panggul belum berkembang optimal sehingga dapat mengakibatkan resiko kesakitan dan kematian pada masa kehamilan, dimana pada usia kurang dari 20 tahun ibu takut terjadi perubahan pada postur tubuhnya atau takut gemuk. Ibu cenderung mengurangi makan sehingga asupan gizi termasuk asupan zat besi kurang yang berakibat bisa terjadi anemia. Sedangkan pada usia di ats 35 tahun, kondisi kesehatan ibu mulai menurun, fungsi rahim mulai menurun, serta meningkatkan komplikasi medis pada kehamilan sampai persalinan (Anonim, 2010).  
2.    Paritas
     Paritas adalah jumlah persalinan yang pernah di alami oleh ibu baik lahir hidup maupun lahir mati. Paritas 1-3 merupakan paritas I paling aman di tinjau dari sudut kematian maternal paritas I dan parits tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian lebih tinggi. Resiko pada paritas 1 dapat di kurangi atau di cegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan. ( Sarwono, 1999, Hal. 23 ).
    Setelah kehamilan yang ketiga resiko anemia (kurang darah) meningkat. Hal di sebabkan karena pada kehamilan yang berulang menimbulkan kerusakan pada pembuluh darah dan dinding uterus yang biasanya mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke janin.
3.    Status Gizi Ibu Hamil
     Anemia merupakan salah satu masalah utama penyebab angka kematian ibu di Indonesia dan sering terjadi pada ibu hamil. Biasanya Anemia di temukan pada wania hamil yang jarang mengkonsumsi sayuran segar, khususnya jenis daun-daunan hiaju yang mentah ataupun makanan yang kandungan protein hewani.
     Status gizi dinilai berdasarkan perhitungan Antropometri WHO NCHS ( National Center Of Health Statistic ), yaitu pengukuran dan berbagai dimensi fisik tubuh seperti barat terhadap umur (BB/U), tinggi badan terhadap umur (TB/U) dan berat badan terhadap tinggi badan terhadap tinggi badan (BB/TB) dan di kelompokkan. Menurut klasifikasi Departemen Kesehatan Indonesia menjadi gizi buruk (BB/U < 60 %), gizi kurang (BB/U 60-80%) dan gizi lebih (BB/U > 110%).
     Ibu hamil memerlukan jumlah zat gizi yang relative besar. Hal ini berkaitan dengan pertumbuhan janin di dalam kandungan. Peningkatan kebutuhan zat gizi ini terutama berupa vitamin B1, (Thiamin), Vitami E2 (Riboflapin), Vitamin A,D dan B1, Mineral,La, dan Fe.
     Kondisi gizi dan komsumsi ibu hamil yang kurang akan menyebabkan anemia dan berpengaruh terhadap kondisi janin dan bayi yang di lahirkan. Kekurangan gizi pada saat hamil akan menimbulkan berbagai kesulitan. Oleh karena itu, kecukupan gizi yang dianjurkan bayi ibu hamil harus dapat terpenuhi. ( Hadju Veni, 2004 hal 11 ).

BAB III
KERANGKA KONSEPSIAL
A.       Dasar Pola Pikir Variabel Penelitian
Anemia pada ibu hamil di samping di sebabkan karena kemiskinan di mana asupan gizi sangat kurang, juga dapat di sebabkan karena ketimpangan gender dan adanya ketidaktahuan tentang pola makan yang benar. Ibu hamil memerlukan banyak zat gizi untuk memenuhi kebutuhan tubuh pada diri dan janinnya.
Kekurangan zat besi mengakibatkan kekurangan hemoglobin (Hb), di mana zat besi sebagai salah satu unsur pembentuknya. Hemoglobin berfungsi sebagai pengikat oksigen yang sangat di butuhkan untuk metabolisme sel.
Kekurangan hemoglobin dapat menyebabkan metabolisme tubuh dan sel saraf tidak bekerja secara optimal, menyebabkan pula penurunan percepatan infuls saraf, mengacaukan system reseptordopamine. (Wasnidar, 2007. Hal 2).
Sesuai dengan tujuan penelitian ini yang membatasi pada kejadian anemia berdasarkan umur dan paritas ibu untuk memudahkan pemahaman maka di uraikan sebagai berikut:

1.    Umur Ibu
Umur ibu adalah lama waktu hidup atau sejak di lahirkan sampai ibu tersebut hamil. Ada banyak hal yang dapat menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi di antaranya adalah umur ibu pada saat hamil. Jika ibu terlalu muda yaitu usia kurang dari 20 tahun, secara fisik dan panggul belum berkembang optimal sehingga dapat mengakibatkan risiko kesakitan dan kematian pada masa kehamilan, persalinan, dan nifas. Secara mental ibu belum siap menghadapi segala perubahan pada kehamilan, dimana dalam usia kurang dari 20 tahun ibu takut terjadi perubahan pada postur tubuhnya atau takut gemuk, sehingga cenderung mengurangi makan sehingga asupan gizi termasuk asupan zat besi kurang yang berakibat biasa terjadi anemia. Sedangkan pada usia diatas 35 tahun, kondisi kesehatan ibu mulai menurun serta meningkatkan komplikasi medis pada kehamilan termasuk anemia, (Anonim,2010)
2.    Paritas 
Paritas adalah jumlah persalinan yang pernah dialami wanita tanpa memperhatikan hasil konsepsi tersebut hidyup atau mati. Paritas 2 sampai 3 merupakan paritas yang paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan lebih dari 3 memiliki angka kematian lebih tinggi. Propil ibu yang meninggal saat atau sesaat setelah melahirkan antara lain disebabkan oleh tingginya paritas yaitu telah mempunyai anak sebanyak 4 orang atau lebih. (Winkjosastro,2007.hal 23).

B.   Pola Pikir Variabel Penelitian
Umur Ibu
Berdasarkan kerangka konsep tersebut maka di susunlah pola pikir variabel yang di teliti :
Paritas
Status Gizi
Jarak kehamilan
Anemia pada ibu hamil

Keterangan :
Variabel indevenden
                             Variabel yang tidak diteliti
Variabel dependen

A.   Defenisi Operasional
1.    Anemia ibu hamil
Anemia keadaan yang menunjukkan kadar hemoglobin ibu hamil yang di periksa di puskesmas Bara-barayya kurang dari 11 gr % berdasarkan hasil pemeriksaan Hb yang menggunakan alat asli atau berdasarkan diagnosis oleh dokter dari bidan yang tercatat dalam buku register KIA, yang dikategorikan kedalam anemia ringan, anemia sedang anemia berat
2.    Umur
Umur ibu dalam penelitian ini adalah lama waktu hidup atau sejak di lahirkan sampai pada saat ibu tersebut hamil tercatat dalam laporan rekam medik Rumah Sakit Umum Haji Makassar.
Kriteria Objektif.
Resiko Tinggi    : jika umur ibu < 20 tahun dan 35 tahun
Resiko rendah   : jika umur ibu 20 – 35 tahun
3.    Paritas
Paritas adalah frekuensi kehamilan dan persalinan yang pernah di alami ibu dengan umur kehamilan lebih dari 28 minggu dengan berat janin mencapai 1000gram, termasuk kehamilan sekarang dengan criteria :
a.    Resiko tinggi, bila frekuensi kehamilan dan melahirkan >3 kali
b.    Resiko rendah, bila frekuensi kehamilan dan melahirkan 1 – 3 kali.
4.    Status gizi adalah keadaan individu atau kelompok yang di tentukan oleh derajat lebih fisik akan energi dan zat gizi lainnya yang di peroleh dari pangan dan makanan dan dampak fisiknya dapat di ukur menurut buku Nutritional Center Health Statistik (NCHS) dengan indikator BB/TB pada bumil yang di layani di Rumah sakit (RSU) Haji Makassar.
a.    Kurang bila hasil pengukuran BB/TB (IMT) mencapai <19,8 kg/m
b.    Cukup, bila hasil pengukuran BB/TB (IMT) mencapai 19,6 kg/m sampai 26 kg/m


BAB IV
METODE PENELITIAN
A.   Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan deskriptif bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai gambaran karakterisitik anemia pada ibu hamil yang berkunjung ke Rumah Sakit Umum Haji Makassar Tahun 2009.

B.   Waktu dan Lokasi Penelitian
a.    Waktu penelitian
Penelitian di laksanakan di Rumah Sakit Umum Haji Makassar 08 Mei s/d 30 Juni 2010.
b.    Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Haji Makassar

C.   Populasi dan sampel
        1.    Populasi
Populasi penelitian adalah semua ibu hamil yang di layani di Rumah Sakit Umum Haji Makassar Tahun 2009.
        2.    Sampel
Sampel dalam penelitian adalah semua ibu hamil yang menderita Anemia di Rumah Sakit Umum haji Makassar.